Pages

Tampilkan postingan dengan label Akhlak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akhlak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Mei 2016

Batalkah wudhu kita apabila bersentuhan dengan istri/suami ?

Pertanyaan:

Bagaimana hukum bersentuhan dengan istri setelah berwudhu. Apakah membatalkan wudhu?

Dari: Maulana

Jawaban:

Para ulama fikih berselisih pendapat tentang masalah ini, ada berbagai pendapat yang cukup banyak. (Lihat al-Majmu’ 2:34 Imam Nawawi). Di sini kami akan sebutkan tiga pendapat saja:

Pendapat Pertama: Menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat atau tidak, tetapi kalau ada pembatasnya seperti kain, maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini populer dalam madzhab Syafi’i. Pendapat berlandaskan dengan berbagai argumen, yang paling masyhur dan kuat adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’: 43.

أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ

“Atau kamu telah berjima’ dengan istri.” (QS. An-Nisa’: 43).

Mereka mengartikan kata لاَمَسْتُمُ dalam ayat tersebut dengan menyentuh. (Lihat al-Umm 1:30 oleh Imam Syafi’i dan al-Majmu’ 2:35 oleh Imam Nawawi).

Pendapat Kedua: Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat maupun tidak berdasarkan beberapa dalil berikut:

Dalil Pertama:

Ketika seseorang berwudhu, maka hukum wudhunya itu hukum asalnya suci dan tidak batal sehingga ada dalil yang mengeluarkan dari hukum asalnya. Dalam hal ini, pembatal itu tidak ada, padahal kita ketahui bersama bahwa menyentuh isteri adalah suatu hal yang amat sering terjadi. Seandainya itu membatalkan wudhu, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan kepada umatnya dan masyhur di kalangan sahabat, tetapi tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat yang berwudhu hanya karena sekedar menyentuh istrinya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21:235).

Dalil Kedua:

Dari Aisyah d bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya kemudian keluar menuju shalat dan tidak berwudhu lagi. Saya (Urwah) berkata: Tidaklah dia kecuali Anda kan? Lalu Aisyah tertawa. (Shahih. Riwayat Tirmidzi: 86, Abu Dawud: 178, Nasa’i: 170, Ibnu Majah: 502 dan dishahihkan al-Albani dalam al-Misykah: 323. Lihat pembelaan hadis ini secara luas dalam at-Tamhid 8:504 Ibnu Abdil Barr dan Syarh Tirmidzi 1:135-138 Syaikh Ahmad Syakir).

Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu sekalipun dengan syahwat. Demikian ditegaskan oleh Syaikh al-Allamah as-Sindi dalam Hasyiyah Sunan Nasa’i 1:104.

Dalil Ketiga:

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya pernah tidur di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, maka beliau menyentuhku lalu saya pun mengangkat kedua kakiku, dan bila beliau berdiri, maka aku membentangkan kedua kakiku seperti semula. (Aisyah) berkata: “Rumah-rumah saat itu masih belum punya lampu”. (HR. Bukhari: 382 dan Muslim: 512).

Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu. Adapun takwil al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1:638 bahwa kejadian di atas bisa jadi karena ada pembatasnya (kain) atau kekhususan bagi Nabi, maka takwil ini sangat jauh sekali dari kebenaran, menyelesihi dhahir hadis dan takalluf (menyusahkan diri). (Periksa Nailul Authar asy-Syaukani 1:187, Subulus Salam as-Shan’ani 1:136, Tuhfatul Ahwadzi al-Mubarakfuri 1:239, Syarh Tirmidzi Ahmad Syakir 1:142).

Dalil Keempat:

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pada suatu malam saya pernah kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidur maka saya mencarinya lalu tanganku mengenai pada kedua punggung kakinya yang tegak, beliau shalat di masjid seraya berdoa: “Ya Allah saya berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu…”. (HR. Muslim: 486).

Hadis ini menunjukkan bahwa istri menyentuh suami tidaklah membatalkan wudhu. Adapun penjelasan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 4:152 bahwa kejadian tersebut bisa jadi karena ada pembatas kainnya, maka menyelisihi dhahir hadis. (Lihat at-Tamhid 8:501 Ibnu Abdil Barr dan Tafsir al-Qurthubi 5:146).

Dalil Kelima:

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sedangkan saya tidur terbentang di depannya layaknya jenazah sehingga apabila beliau ingin melakukan witir, maka beliau menyentuhku dengan kakinya”.

(HR. Nasai 1/102/167. Imam Za’ilai berkata: “Sanadnya shahih menurut syarat shahih dan dishahihkan Imam Nawawi dalam al-Majmu’ 2:35).

Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu dengan kaki atau anggota badan lainnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam at-Talkhis hal. 48: “Sanadnya shahih, hadis ini dijadikan dalil bahwa makna “Laamastum” dalam ayat adalah jima’ (berhubungan) karena Nabi menyentuh Aisyah dalam shalat lalu beliau tetap melanjutkan (tanpa wudhu lagi -pent)”.

Pendapat Ketiga:

Rincian:

Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan tidak batal apabila tidak dengan syahwat. Dalil mereka sama seperti pendapat kedua, tetapi mereka membedakan demikian dengan alasan “Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan” (Lihat al-Mughni 1:260 Ibnu Qudamah).

Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua yaitu:

Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu baik dengan syahwat ataupun tidak, kecuali apabila mengeluarkan air mani dan madhi maka batal wudhunya atau minimal adalah pendapat ketiga.

Adapun pendapat pertama, maka sangat lemah sekali karena maksud ayat tersebut adalah jima’ (hubungan suami istri) berdasarkan argumen sebagai berikut:

Salah satu makna kata لَمَسَ dalam bahasa Arab adalah jima’ (al-Qamus al-Mukhith al-Fairuz Abadi 2:259).

Para pakar ahli tafsir telah menafsirkan ayat tersebut dengan jima’ diantaranya adalah sahabat mulia, penafsir ulung yang dido’akan Nabi, Abdullah bin Abbas, demikian pula Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab, Mujahid, Thawus, Hasan Al-Bashri, Ubaid bin Umair, Said bin Jubair, Sya’bi, Qotadah, Muqatil bi Hayyan dan lainnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/550). Pendapat ini juga dikuatkan Syaikh ahli tafsir, Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 5/102-103 dan Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid.

Mengkompromikan antara ayat tersebut dengan hadis-hadis shahih di atas yang menegaskan bahwa Rasulullah n menyentuh bahkan mencium istrinya (Aisyah) dan beliau tidak berwudhu lagi.

Imam Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 8:506 dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis menukil dari Imam Syafi’i bahwa beliau berkata: “Seandainya hadis Aisyah tentang mencium itu shahih, maka madzhab kita adalah hadis Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam”. Perkataan serupa juga dikatakan oleh Imam Al-Baihaqi, pejuang madzbab Syafi’i. Hal ini menunjukkan bahwa kedua imam tersebut tidak menetapkan bahwa maksud لاَمَسْتُم dalam ayat tersebut bermakna “Menyentuh” karena keduanya menegaskan seandanya hadis Aisyah shahih, maka beliau berdua berpendapat mengikuti hadis. Seandainya kedua imam tersebut berpendapat seperti hadis, maka mau gak mau harus menafsirkan ayat tersebut bermakna “jima” sebagaimana penafsiran yang shahih. (Syarh Tirmidzi 1/141 oleh Syaikh Ahmad Syakir).

Demikianlah jawaban yang kami yakini berdasarkan dalil-dalil yang shahih, bukan fanatik madzhab dan mengikuti apa kata banyak orang. Semoga Allah menambahkan ilmu dan memberikan keteguhan kepada kita. Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi


Selasa, 16 Desember 2014

Sekilas tentang manfaat jilbab


Allah Ta'ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk DIKENAL, karena itu mereka TIDAK DIGANGGU. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab: 59)

As-Sudi rahimahullah mengatakan, “Dahulu orang-orang fasik di Madinah biasa keluar di jalan-jalan sekitar Madinah ketika malam begitu gelap. Mereka ingin menghadang para wanita.
Suatu ketika orang-orang miskin dari penduduk Madinah mengalami kesusahan. Saat malam tiba, para wanita (yang mengalami kesusahan tadi) keluar ke jalan-jalan untuk memenuhi hajat mereka. Para orang fasik sangat ingin menggoda para wanita tadi.

Ketika mereka melihat para wanita yang mengenakan jilbab, mereka akan berkata, “Ini adalah WANITA MERDEKA. Jangan sampai kalian mengganggunya...”
Namun ketika mereka melihat para wanita yang tidak berjilbab, mereka berkata, “Ini adalah BUDAK WANITA. Mari kita menghadangnya”
Mujahid rahimahullah berkata, “Hendaklah para wanita mengenakan jilbab supaya diketahui manakah yang termasuk wanita merdeka. Jika ada wanita berjilbab dan orang-orang fasik bertemu dengannya maka mereka (orang fasik) tidak akan menyakitinya...” (Tafsir Ibnu Katsir, 11: 243)
Tidakkah kita lihat disekitar kita, siapa yang sering diganggu dan dilecehkan. Wanita berjilbab ataukah mereka yang masih "terbuka" mengundang syahwat...?

Rabu, 29 Oktober 2014

MENJADI IBU DAN ISTERI YANG BERTAKWA


Bismillah...

Buat penyemangat ummufillah wa ukhtyfillah dalam menapaki jejak sebagai ibu/isteri dan Calon ibu/isteri dipagi ini dan hari2 mendatang. Aamiin


1.MENJADI IBU YANG BERTAQWA

a) Keutamaan posisi ibu dalam Islam

Yang paling didahulukan untuk berbakti kepadanya
Di dalam islam, orang tua memiliki kedudukan yang mulia terutama kaum Ibu. Rasulullah bahkan telah menegaskan bahwa kedudukan seorang Ibu lebih tinggi dibandingkan kedudukan seorang ayah. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra disebutkan: “Seorang lelaki datang kepada Nabi Salallahu'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku patuhi?”, Kata Nabi, “Ibumu”, lelaki itu bertanya lagi, “kemudian siapa lagi?”, Nabi menjawab, “Ibumu”, Lelaki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?”, Nabi tetap menjawab, “Ibumu”, Lelaki itu bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?”, Nabi menjawab, “Ayahmu”….”

Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa hadist tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa kecintaan dan kasih sayang seseorang terhadap Ibunya harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan kecintaan dan kasih sayang seseorang kepada Ayahnya. Realitas menguatkan pengertian ini:
Pertama : Seorang Ibu dihadapkan pada kesulitan dalam menjalani masa kehamilan.
Kedua : Kaum Ibu mengalami kesulitan besar ketika menjalani proses melahirkan.
Ketiga : Kaum Ibu menjalani kesulitan saat menyusui dan merawat anak.

Yang didahulukan panggilannya daripada shalat Sunnah

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seorang yang bernama Juraij sedang salat di sebuah tempat peribadatan, lalu datanglah ibunya memanggil. (Kata Humaid: Abu Rafi` pernah menerangkan kepadaku bagaimana Abu Hurairah ra. menirukan gaya ibu Juraij memanggil anaknya itu, sebagaimana yang dia dapatkan dari Rasulullah saw. yaitu dengan meletakkan tapak tangan di atas alis matanya dan mengangkat kepala ke arah Juraij untuk menyapa.) Lalu ibunya berkata: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kebetulan perempuan itu mendapati anaknya sedang melaksanakan salat. Saat itu Juraij berkata kepada diri sendiri di tengah keraguan: Ya Tuhan! Ibuku ataukah salatku. Kemudian Juraij memilih meneruskan salatnya. Maka pulanglah perempuan tersebut. Tidak berapa lama perempuan itu kembali lagi untuk yang kedua kali. Ia memanggil: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kembali Juraij bertanya kepada dirinya sendiri: Ya Tuhan! Ibuku atau salatku. Lagi-lagi dia lebih memilih meneruskan salatnya. Karena kecewa, akhirnya perempuan itu berkata: Ya Tuhan! Sesungguhnya Juraij ini adalah anakku, aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata dia enggan menjawabku. Ya Tuhan! Janganlah engkau mematikan dia sebelum Engkau perlihatkan kepadanya perempuan-perempuan pelacur. Dia berkata: Seandainya wanita itu memohon bencana fitnah atas diri Juraij niscaya ia akan mendapat fitnah. Suatu hari seorang penggembala kambing berteduh di tempat peribadatan Juraij. Tiba-tiba muncullah seorang perempuan dari sebuah desa kemudian berzinalah penggembala kambing itu dengannya, sehingga hamil dan melahirkan seorang anak lelaki. Ketika ditanya oleh orang-orang: Anak dari siapakah ini? Perempuan itu menjawab: Anak penghuni tempat peribadatan ini. Orang-orang lalu berbondong-bondong mendatangi Juraij. Mereka membawa kapak dan linggis. Mereka berteriak-teriak memanggil Juraij dan kebetulan mereka menemukan Juraij di tengah salat. Tentu saja Juraij tidak menjawab panggilan mereka. Akhirnya mulailah mereka merobohkan tempat ibadahnya. Melihat hal itu Juraij keluar menemui mereka. Mereka bertanya kepada Juraij: Tanyakan kepada perempuan ini! Juraij tersenyum kemudian mengusap kepala anak tersebut dan bertanya: Siapakah bapakmu? Anak itu tiba-tiba menjawab: Bapakku adalah si penggembala kambing. Mendengar jawaban anak bayi tersebut, mereka segera berkata: Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu yang telah kami robohkan ini dengan emas dan perak. Juraij berkata: Tidak usah. Buatlah seperti semula dari tanah. Kemudian Juraij meninggalkannya.(Shahih Muslim No.4625)
Kisah Juraij mengajarkan kepada kita tentang adab terhadap orang tua, terutama ibu. Betapa kita tidak boleh membuatnya kecewa, harus senantiasa berbuat baik, dan menjaga adab terhadapnya.

Syurga berada di bawah telapak kakinya

Dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui Nabi lalu berkata:”Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.” (HR. An Nasa’I, AthThabrani; disahihkan oleh al-hakim, Adz-dzahabi & al Mundziri)

Ketika mensyarah hadits ini, Imam Ali al-Qarirah mengatakan: ”Maksudnya yaitu senantiasalah (engkau) dalam melayani dan memperhatikan urusannya”. (Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, jilid 4, hlm. 676)
Ath-Thibi mengatakan: ”Sabda beliau: ”…pada kakinya…”, adalah kinayah dari puncak ketundukan dan kerendahan diri, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…”. (Ibid, (IV/677)

Yang lebih berhak daripada jihad anak lelakinya

Seorang datang kepada Nabi Salallahu'alaihi wa sallam. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya kepadanya, “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Orang itu menjawab, “Masih.” Lalu Nabi Saw bersabda, “Untuk kepentingan mereka lah kamu berjihad.”(Mutafaq’alaih)

Haramnya durhaka kepada ibu

dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari). dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).Demikianlah, sehingga pantaslah syariat yang suci ini memberinya pemuliaan dengan memerintahkan anak agar berbakti kepadanya, selain berbakti kepada sang ayah. Bakti ini terus diberikan sampai akhir hayat keduanya. Bahkan juga sepeninggal keduanya, dengan menyambung silaturahim dan berbuat baik kepada sahabat/orang-orang yang dikasihi keduanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya berbuat baik yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan dengan orang yang dikasihi ayahnya.” (HR. Muslim no. 6461)

b) Peran utama ibu di dalam Islam (mencetak generasi terbaik di mata Allah)

Mengandung (QS. Al Ahqaf: 15, Qs. Luqman: 14,) Melahirkan “Syuhada’ (orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah itu ada tujuh: Korban wabah tha’un adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, penderita penyakit lambung (semacam liver) adalah syahid, mati karena penyakit perut adalah syahid, korban kebakaran adalah syahid, yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, dan al-nasai, juga Ibnu Majah. Berkata Syu’aib Al Arnauth: hadits shahih).

“Menyusui dan mengasuh (mendidik)” (QS. Al Ahqaf: 15, Qs. Luqman: 14, QS. Al Baqarah:233) “Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala)”. (HR. Bukhari)

“Bertakwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu”. (HR. Bukhari dan Muslim) “
Sama ratakan pemberianmu kepada anak-anakmu. Jika aku akan mengutamakan yang satu terhadap yang lain tentu aku akan mengutamakan pemberian kepada yang perempuan”. (HR. Ath-Thabrani)

c) Bekal menjadi ibu bertaqwa

iman, islam, Ilmu Meneladani para ibu generasi shahabat dan tabiin (Ummul Mukminin Siti Khadijah, shahabiyyah Nusaibah (Ummu Amarah), shahabiyyah Ummu Mani (Ibunda Muadz bin Jabal (yg merupakan imamnya para fuqaha & gudangnya ilmu para ulama, yg dipercaya rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam)), shahabiyyah Khansa, dll.


2. MENJADI ISTRI YANG BERTAQWA

a. Peran utama istri di dalam Islam (menguatkan jihad suami)

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. An-Nisa (4):34)“Dunia adalah perhiasan, perhiasan yang terbaik adalah wanita yang sholehah.” (HR. Muslim)“

Siapa saja yang diberikan oleh Allah seorang wanita sholehah berarti ia telah menolong dirinya pada satu bagian dari agamanya. Oleh karena itu, ia harus bertaqwa kepada Allah untuk bagian agamanya yang lain”. (HR al-Hakim)

b. Ciri-ciri istri yang bertaqwa

Patuh dan taat kepada suaminya.
”Jika seorang isteri itu telah menunaikan solat lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan dan menjaga kemaluannya daripada yang haram serta taat kepada suaminya, maka dipersilakanlah masuk ke syurga dari pintu mana sahaja kamu suka.”(Hadist Riwayat Ahmad dan Thabrani)

”Sesungguhnya setiap isteri yang meninggal dunia yang diridhoi oleh suaminya, maka dia akan masuk syurga.” (Hadits riwayat Tirmizi dan Ibnu Majah)

Al- Bazzar dan At Thabrani meriwayatkan bahwa“seorang wanita pernah datang kepada Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wassalaam berkata : “ Aku adalah utusan para wanita kepada engkau untuk menanyakan : Jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum lelaki, Jika menang mereka diberi pahala dan jika terbunuh mereka tetap diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka , pahala apa yang kami dapatkan? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallaam menjawab :” Sampaikan kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu adalah sama dengan pahala jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukanya”Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.“Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada Az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu ‘anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1.” (HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)

Begitu pula khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan bimbingan kepada yang lebih baik: “Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.” (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)

Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.)

Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta’ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

c. Ancaman bagi istri yang durhaka

Tidak mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, melupakan kebaikannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

Isteri meninggalkan rumah tanpa izin suami akan dilaknat oleh Allah dan dimarahi oleh para malaikat
Sabda Rasullulah Salallahu'alaihi wa sallam :
”Hak suami terhadap isterinya adalah isteri tidak menghalangi permintaan suaminya sekalipun semasa berada di atas punggung unta , tidak berpuasa walaupun sehari kecuali dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika dia tetap berbuat demikian, dia berdosa dan tidak diterima puasanya. Dia tidak boleh memberi, maka pahalanya terhadap suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia berbuat demikian, maka Allah akan melaknatnya dan para malaikat memarahinya kembali , sekalipun suaminya itu adalah orang yang alim.” (Hadist riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi daripada Abdullah Umar)

Isteri meninggalkan suami sama saja dengan menjerumuskan dirinya sendiri ke neraka karena suami berperan apakah isterinya layak masuk surga atau neraka
Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata:“Saya datang menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau lalu bertanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” Saya menjawab: “Ya”. Rasulullah Salallahu ' allaihi wa sallam bertanya kembali: “Apa yang kamu lakukan terhadapnya?” Saya menjawab: “Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya” . Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda kembali: “Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka” (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan)

.•Memusuhi suami sama saja dengan memusuhi Allah
“Tidaklah istri menyakiti suami di dunia kecuali ia bicara pada suami dengan mata yang berbinar, janganlah sakiti dia (suami), agar Allah tidak memusuhimu, jika suamimu terluka maka dia akan segera memisahkanmu kepada Kami (Allah dan Rasul)”. (HR. Tirmidzi dari Muadz bin Jabal)

d. Beberapa contoh teladan istri yang bertqwa

Aisyah Ummul Mukminin
Fathimah Az Zahra Asma’ binti Abi BakrMuthi’ah dll

Semoga kita bisa seperti mereka…Amiin..

Selasa, 28 Oktober 2014

Larangan Memberi Pujian Jika Dikhawatirkan Akan Menjadi Fitnah (Hadist)

Bismillahirrahmaanirrahiim,,, Assalamu Alaikum Sahabat...




Hadits Muslim 5319
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مَدَحَ رَجُلٌ رَجُلًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَالَ وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا صَاحِبَهُ لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلَانًا وَاللَّهُ حَسِيبُهُ وَلَا أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذَاكَ كَذَا وَكَذَا
Cekalah kamu, kau memotong leher temanmu, kau memotong leher temanmu -berkali-kali- bila salah seorang dari kalian memuji temannya -tidak mustahil- hendaklah mengucapkan: 'Aku kira fulan, & Allah yg menilainya, aku tak menyucikan seorang pun atas Allah, aku mengiranya -bila ia mengetahuinya- seperti ini & itu'. [HR. Muslim No.5319].

Hadits Muslim 5320
و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَبَلَةَ بْنِ أَبِي رَوَّادٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ ح و حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا غُنْدَرٌ قَالَ شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذُكِرَ عِنْدَهُ رَجُلٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا مِنْ رَجُلٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ مِنْهُ فِي كَذَا وَكَذَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا يَقُولُ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ أَحَدُكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لَا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلَانًا إِنْ كَانَ يُرَى أَنَّهُ كَذَلِكَ وَلَا أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا و حَدَّثَنِيهِ عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ ح و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ كِلَاهُمَا عَنْ شُعْبَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَ حَدِيثِ يَزِيدَ بْنِ زُرَيْعٍ وَلَيْسَ فِي حَدِيثِهِمَا فَقَالَ رَجُلٌ مَا مِنْ رَجُلٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ مِنْهُ
Tercelalah kamu, kau memotong leher temanmu, kau memotong leher temanmu, beliau mengucapkannya berkali-kali kemudian beliau bersabda:
Bila salah seorang dari kalian memuji temannya -tidak mustahil- hendaklah mengucapkan: 'Aku kira fulan -bila ia melihat seperti itu- & aku tak menyucikan seorang pun atas Allah. Telah menceritakannya kepadaku Amru An Naqid telah menceritakannya kepada kami Hasyim bin Al Qosim telah menceritakannya kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Syababah bin Sawwar keduanya dari Syu'bah dgn sanad ini seperti hadits Yazid bin Zurai', dalam hadits keduanya tak disebutkan: Lalu orang itu berkata:
Tidak ada seorang pun setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam yg lebih baik darinya. [HR. Muslim No.5320].

Hadits Muslim 5321
حَدَّثَنِي أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يُثْنِي عَلَى رَجُلٍ وَيُطْرِيهِ فِي الْمِدْحَةِ فَقَالَ لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ الرَّجُلِ
Kalian telah binasa -atau: Kalian telah memutuskan punggung seseorang. [HR. Muslim No.5321].
 
Hadits Muslim 5322
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ ابْنِ مَهْدِيٍّ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ قَالَ قَامَ رَجُلٌ يُثْنِي عَلَى أَمِيرٍ مِنْ الْأُمَرَاءِ فَجَعَلَ الْمِقْدَادُ يَحْثِي عَلَيْهِ التُّرَابَ وَقَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَحْثِيَ فِي وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ
memerintahkan kami untuk menaburkan tanah dimuka orang yg memuji-muji. [HR. Muslim No.5322].
 
Hadits Muslim 5323
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ أَنَّ رَجُلًا جَعَلَ يَمْدَحُ عُثْمَانَ فَعَمِدَ الْمِقْدَادُ فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَكَانَ رَجُلًا ضَخْمًا فَجَعَلَ يَحْثُو فِي وَجْهِهِ الْحَصْبَاءَ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ مَا شَأْنُكَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ الْمَدَّاحِينَ فَاحْثُوا فِي وُجُوهِهِمْ التُّرَابَ و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَنْصُورٍ ح و حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْأَشْجَعِيُّ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ الْمِقْدَادِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Bila kalian melihat orang-orang memuji, taburkan tanah diwajahnya. Telah menceritakannya kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna & Ibnu Basyar keduanya berkata Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman dari Sufyan dari Manshur. Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Al Asyja'I Ubaidullah bin Ubaidurrahman dari Sufyan Ats Tsauri dari Al A'masy & Manshur dari Ibrahim dari Hammam dari Al Miqdaq dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam sepertinya. [HR. Muslim No.5323].

Minggu, 26 Oktober 2014

Demam, karena Allohu swt sayang padamu

Assalamu Alaikum Warakhmatullahi wabarakatuh


Sahabat, apakah sahabat pernah merasakan demam. Nah, apa biasanya yang ada di pikiran Anda? Biasanya sih, keluh-kesah karena badan jadi tidak enak. Namun demam ternyata mengandung banyak sekali manfaatnya. Maha suci Allah SWT yang telah menjadikan semua ciptaan-Mu ini tidak sia-sia.

Mari kita perhatikan hadits di bawah ini:
“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak adam, sebagaimana alat pandai besi itu bisa menghilangkan karat besi”. (HR. Imam Muslim)
Menurut Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari Ibunu Umar, Rasulullah Saw bersabda: “Demam yang menimpa dalam sehari dapat menghapuskan dosa selama setahun.”
Saking bisanya penyakit demam ini menghapus dsa, bahkan ada beberapa sahabat yang mencintai penyakit demam bersemayam dalam dirinya, semata-mata ingin mendapatkan khasiat sakit demam dalam menghapuskan dosa-dosa manusia. Sebagauimana yang diucapkan Abi Dunya, “Mereka (para salaf) senantiasa berharap agar menderita sakit demam dalam suatu malam sebagai penghapus dosa-dosa yang telah berlalu.” Subhanallah!

Rasulullah sendiri termasuk manusia termulya sepanjang zaman, pernah terjangkiti demam. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah memasuki ruangan Rasulullah Saw, saat beliau terkena demam. Maka, aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau terkena demam yang sangat parah?’ Rasul Saw menjawab, ‘Benar, aku terkena demam seperti dua orang dari kalian terkena penyakit ini’. Aku bertanya, ‘Kalau begitu, apakah karenanya engkau mendapatkan dua pahala?’ Beliau menjawab, ‘Ya’.”

Penyakit demam yang muncul sebagai efek meningkatnya suhu badan, yang bisa menjangkiti orang dewasa maupun anak-anak, selain bisa menghapuskan dosa, bisa mendatangkan pahala, dan juga bisa menyehatkan tubuh. Sebagaimana perkataan Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’alimi dalam bukunya Fawa’idul Maradh, “Demam mempunyai beberapa manfaat bagi tubuh. Yaitu demam dapat ngalirkan endapan-endapan, mengeluarkan racun-racun tubuh, lalu dikeluarkan dari badan. Yang demikian itu tidak bisa dilakukan dengan obat apapun, selain dengan demam itu sendiri.”

Masya Allah, demam yang sring menimpa sebagian dari kami, seringkali dibenci dan dicaci maki, padahal didalamnya terkandung manfaat yang ‘ajaib’ Subhanallah..Subhanallah… Subhanallah …

[Sumber: Dikutip dari buku BEROBATLAH DENGAN SEDEKAH, karya Muhammad Albani]

Share Yuk...

Jumat, 24 Oktober 2014

RENUNGAN BUAT IKHWAN DAN AKHWAT YANG BERTA'ARUF DI MAYA


Bismillahirrahmaanirrahiim,,, 



Banyaknya jaringan sosial di dunia maya seperti facebook, yahoo messenger, dll, menjadikan akhwat dan ikhwan mudah berinteraksi tanpa batas.
Begitu lembut dan halusnya jebakan dunia maya, tanpa disadarimudah menggelincirkan diri manusia ke jurang kebinasaan.
Kasus ta’aruf ini sangat memprihatinkan sebenarnya. Seorang bergelar ikhwan memajang profil islami, tapi serampanganmemaknai ta’aruf. 

Melihat akhwat yang dinilai bagus kualitas agamanya, langsung berani mengungkapkan kata ‘ta’aruf’, tanpa
perantara.
Jangan memaknai kata “ta’aruf” secara sempit, pelajari dulu serangkaian tata cara ta’aruf atau kaidah-kaidah yang dibenarkanoleh Islam. Jika memakai kata ta’aruf untuk bebas berinteraksi dengan lawan jenis, lantas apa bedanya yang telah mendapathidayah dengan yang masih jahiliyah? Islam telah memberi konsep yang jelas dalam tatacara ta’aruf.
Suatu ketika ada sebuah cerita di salah satu situs jejaring sosial,pasangan akhwat-ikhwan mengatakan sedang ta’aruf, dan untukmenjaga perasaan masing-masing, digantilah status mereka berduasebagai pasutri, sungguh memiriskan hati. Pernah juga ada kisahikhwan-akhwat yang saling mengumbar kegenitan di dunia maya,
berikut ini petikan obrolannya:

“Assalamualaikum ukhti,” Sapa sang ikhwan.
“‘Wa’alikumsalam akhi,” Balas sang akhwat.“Subhanallah ukhti, ana kagum dengan kepribadian anti, seperti Sumayyah, seperti Khaulah binti azwar, bla bla bla bla…” puji ikhwan tersebut.Apakah berakhir sampai di sini? Oh no…. Rupanya yang ditemui ini juga akhwat genit, maka berlanjutlah obrolan tersebut, si ikhwan  bertanya apakah si akhwat sudah punya calon, lantas si akhwat menjawab.“Alangkah beruntungnya akhwat yang mendapatkan akhi kelak.”Sang ikhwan pun tidak mau kalah, balas memuji akhwat.“Subhanallah, sangat beruntung ikhwan yang mendapatkan bidadaridunia seperti anti.”
Banyaknya jaringan sosial di dunia maya menjadikan
akhwat dan ikhwan mudah berinteraksi tanpa batas.
Ikhwannya membabi buta, akhwatnya terpedaya....

Owh mengerikan, berlebay-lebay di dunia maya, syaitan tak maumenyia-nyiakan kesempatan ini. Lalu tertancaplah rasa, bermekarandi dada dua sejoli tersebut, yang belum ada ikatan pernikahan.
Dengan bangganya sang ikhwan menaburkan janji-janji manis, akanmengajak akhwat hidup di planet mars, mengunjungi benua-benuadi dunia. Hingga larutlah keduanya dalam janji-janji lebay.
Ikhwannya membabi buta, akhwatnya terpedaya……a’udzubillah,
bukan begitu ta’aruf yang Rasulullah ajarkan.
Wahai Ikhwan, Jangan Permainkan Ta’aruf!
Muslimah itu mutiara, tidak sembarang orang boleh menyentuhnya,
tidak sembarang orang boleh memandangnya. Jika kalian punya
keinginan untuk menikahinya, carilah cara yang baik yang
dibenarkan Islam. Cari tahu informasi tentang akhwat melalui pihak
ketiga yang bisa dipercaya. Jika maksud ta’arufmu untuk
menggenapkan separuh agamamu, silakan saja, tapi prosesnya
jangan keluar dari koridor Islam.
....Wahai ikhwan, relakah jika adikmu dijadikan ajang coba-
coba ta’aruf oleh orang lain? Tentu engkau keberatan
bukan?....
Wahai ikhwan, relakah jika adikmu dijadikan ajang coba-coba
ta’aruf oleh orang lain? Tentu engkau keberatan bukan? Jagalah
izzah muslimah, mereka adalah saudaramu. Pasanglah tabir
pembatas dalam interaksi dengannya. Pahamilah, hati wanita itu
lembut dan mudah tersentuh, akan timbul guncangan batin jika
jeratan yang kalian tabur tersebut hanya sekedar main-main.
Jagalah hati mereka, jangan banyak memberi harapan atau
menabur simpati yang dapat melunturkan keimanan mereka.
Mereka adalah wanita-wanita pemalu yang ingin meneladani wanita
mulia di awal-awal Islam, biarkan iman mereka bertambah dalam
balutan rasa nyaman dan aman dari gangguan JIL alias Jaringan
Ikhwan Lebay.
Wahai Ikhwan,
Ini hanya sekedar nasihat, jangan mudah percaya dengan apa yang
dipresentasikan orang di dunia maya, karena foto dan kata-kata
yang tidak kamu ketahui kejelasan karakter wanita, tidak dapat
dijadikan tolak ukur kesalehahan mereka, hendaklah mengutus
orang yang amanah yang membantumu mencari data dan
informasinya.
....luasnya ilmu yang engkau miliki tidak menjadikan engkau
mulia, jika tidak kau imbangi dengan menjaga adab pergaulan
dengan lawan jenis....
Wahai ikhwan, luasnya ilmu yang engkau miliki tidak menjadikan
engkau mulia, jika tidak kau imbangi dengan menjaga adab
pergaulan dengan lawan jenis.
Duhai Akhwat, Jaga Hijabmu!
Duhai akhwat, jaga hijabmu agar tidak runtuh kewibaanmu. Jangan
bangga karena banyaknya ikhwan yang menginginkan taaruf.
Karena ta’aruf yang tidak berdasarkan aturan syar’i, sesungguhnya
sama saja si ikhwan meredahkanmu. Jika ikhwan itu punya niat
yang benar dan serius, tentu akan memakai cara yang Rasulullah
ajarkan, dan tidak langsung menembak kalian dengan caranya
sendiri.
Duhai akhwat, terkadang kita harus mengoreksi cara kita
berinteraksi dengan mereka, apakah ada yang salah hingga
membuat mereka tertarik dengan kita? Terlalu lunakkah sikap kita
terhadapnya?

Duhai akhwat, sadarilah, orang-orang yang engkau kenal di dunia
maya tidak semua memberikan informasi yang sebenarnya,
waspadalah, karena engkau adalah sebaik-baik wanita yang
menggenggam amanah Ilahi. Jangan mudah terpedaya oleh rayuan
orang di dunia maya.
....berhiaslah dengan akhlak islami, jangan mengumbar
kegenitan pada ikhwan yang bukan mahram....
Duhai akhwat, berhiaslah dengan akhlak islami, jangan mengumbar
kegenitan pada ikhwan yang bukan mahram, biarkan apa yang ada
di dirimu menjadi simpanan manis buat suamimu kelak.
Duhai akhwat, ta’aruf yang sesungguhnya haruslah berdasarkan
cara Islam, bukan dengan cara mengumbar rasa sebelum ada akad

JANGAN SOMBONG

Bismillahirrahmaanirrahiim,,,,
Assalamu Alaikum Warakhmatullahi wabarakatuh...Sahabat Muslim .... 

Sombong merupakan perangai tercela menurut dien, fithrah, dan akal. Orang sombong dibenci oleh Allaah dan manusia. Tidak ada yang berhak sombong kecuali Allaah semata. Dialah Pencipta dari alam semesta ini. Sebaliknya, manusia adalah makhluk yang lemah, maka pantaskah makhluk yang lemah bermegah-megahan dan sombong dihadapan penguasa langit dan bumi ?? Namun realita yang ada, masih banyak manusia yang terbuai mimpi, tidak menyadari fakta akan dirinya. Dia sombong dan angkuh untuk menerima kebenaran, meremehkan manusia, memandang dirinya maha sempurna segalanya. Semoga pembahasan kali ini dapat menyadarkan kita semua akan tercelanya sifat sombong. Allaah Muwaffiq .
Definisi Sombong
Sombong, sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadits,
" Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. "(HR. Muslim, 91)
Berkata al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rohimahulloh tatkala mengomentari hadits di atas, "Orang sombong adalah orang yang memandang dirinya sempurna segalanya. Dia memandang rendah orang lain, meremehkan, dan menganggap orang lain tidak pantas mengerjakan suatu urusan, sombong menerima kebenaran jika datang dari orang lain. "( Jami'ul Ulum Wal Hikam 2/275)
Raghib al-Asfahani mengatakan, "Sombong adalah kondisi seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri. Memandang dirinya lebih besar dari yang lain. Kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Robbnya dengan menolak kebenaran dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan maupun dalam mengesakan-Nya. "( Fathul Bari 10/601, lihat pula Umdatul Qari ' 22/140)
Hukum Sombong
Tidak diragukan lagi bahwa sombong hukumnya haram, termasuk dosa besar. Hal ini berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
" Dan jangnlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. "(QS. Luqman: 18)
Sahabat mulia Ibnu Abbas rodhiyallohu Anhuma ketika menafsirkan firman Allaah Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia itu berkata, "Janganlah kamu sombong dan merendahkan manusia, sampai kamu memalingkan wajahmu ketika mereka berbicara kepadamu." ( Tafsir ath-Thabiri 21/74)
Imam Ibnu Katsir mengatakan, "Firman Allaah ' Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh , 'maksudnya janganlah kamu menjadi orang yang sombong, keras kepala, lagi berbuat semena-mena. Jangan kamu lakukan itu semua yang menyebabkan Alloh akan murka kepadamu. "( Tafsir al-Qur'ân al-Azhim 3/417)
Demikianlah larangan Allaah yang sangat tegas mencela sifat sombong. Ayat-ayat dan hadits Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam dalam masalah ini banyak sekali, sebagaimana pembaca akan mengetahuinya sebentar lagi - In Shaa Allaah -. Cukuplah penulis tampilkan sebuah hadits sebagai penguat keharaman sifat sombong. Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
" Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong meskipun seberat biji sawi. "(HR. Muslim 91)
Imam Nawawi berkata, "Hadits ini berisi larangan dari sifat sombong, yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka serta menolak kebenaran." ( Syarah Shahih Muslim 2/269)
Celaan Bagi Orang Yang Sombong
Ketahuilah wahai saudaraku -Semoga Alloh memberikan taufik kepadamu- sangat banyak ayat al-Qur'an dan hadits Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam yang mencela dan memberikan peringatan keras terhadap sifat sombong. Berikut penulis nukilkan sebagiannya agar menjadi pelajaran bagi kita semua dan peringatan bagi orang-orang yang sombong dan angkuh.
1. Melanggar perintah Allaah
Orang yang sombong telah menerjang larangan Allaah dan Rasul-Nya. Karena sifat sombong merupakan perangai tercela yang harus dijauhi. Allaah Azza wa Jalla berfirman:
" Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allaah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri . "(QS. Luqman: 18)
Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
" Sesungguhnya Allaah mewahyukan kepadaku agar kalian rendah hati, sampai tidak ada seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya atas yang lain. "(HR. Muslim 2865, Abu Dawud 4895, Ibnu Majah 4179)
2. Penghuni neraka
Orang yang sombong, sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadits, termasuk penghuni neraka. 1)
Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
" Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang para penghuni surga? Mereka serentak menjawab, 'Mau wahai Rasulloh', Rasululloh melanjutkan sabdanya, 'Para penghuni surga adalah orang-orang yang lemah lagi direndahkan oleh manusia. Andai ia berdoa kepada Allaah niscaya Allaah akan kabulkan. ' Kemudian beliau bertanya kembali, 'Maukah pula aku kabarkan tentang para penghuni neraka?' Mereka menjawab, 'Mau wahai Rasululloh,' Rasululloh bersabda, 'Para penghuni neraka adalah orang-orang yang keras kepala, kasar, lagi sombong.' " (HR. Bukhari 6071, Muslim 2853)
Yang demikian itu, karena hanya Allaah yang berhak sombong. Pantaskah manusia yang lemah dan diciptakan dari setetes mani yang hina berlaku sombong di hadapan Allaah? Ingatlah, orang yang sombong berarti telah menerjang larangan Allaah, tidak ada balasan yang setimpal selain siksa-Nya. Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
" Kemuliaan adalah sarung-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya, maka barangsiapa berperangai dengan sifat tersebut niscaya Aku akan menyiksanya. "(HR. Muslim 2620)
Imam Nawawi berkata, "Ini adalah ancaman yang sangat keras terhadap sifat sombong. Sangat jelas keharaman sifat tersebut. "( Syarah Shahih Muslim 16/133)
Alangkah tepatnya ucapan Imam Hasan al-Bashri rohimahulloh, "Sungguh sangat mengherankan seorang anak Adam, ia mencuci kotorannya sekali atau dua kali dalam sehari tetapi berani sombong di hadapan penguasa langit dan bumi." ( Fathul Mannan fi Shifat Ibadir Rahman hal 14)
3. Mendapatkan kehinaan
Orang yang sombong akan mendapatkan kehinaan di dunia berupa kejahilan, sebagai balasan dari perbuatannya. Cermatilah ayat berikut ini. Allaah Azza wa Jalla berfirman;
" Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. "(QS. al-A'raf: 146)
Yaitu Aku akan halangi mereka memahami hujjah-hujjah dan dalil-dalil yang menunjukkan keagungan-Ku, syari'at-Ku, dan hukum-hukum-Ku pada hati orang-orang yang sombong untuk taat kepada-Ku dan sombong kepada manusia tanpa alasan yang benar. Sebagaimana mereka sombong tanpa alasan yang benar, maka Allaah akan hinakan mereka dengan kebodohan. "( Tafsir Ibnu Katsir 2/228)
4. Hatinya terkunci
Orang yang sombong dengan dirinya sendiri, atau menolak kebenaran dan merendahkan manusia, Alloh akan kunci mati hatinya dari menerima kebenaran, hal ini sebagaimana tergambar dalam firman-Nya:
" Demikianlah Allaah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang. "(QS. Ghafir: 35)
Imam Syaukani rohimahulloh mengatakan, "Sebagaimana Allaah mengunci mati hati orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allaah, maka demikian pula Allaah akan mengunci mati hati orang yang sombong lagi berbuat semena-mena."
Lanjutnya lagi, "Yang demikian itu, karena hati merupakan sumber asal kesombongan. Sedangkan anggota tubuh yang lain tunduk dan mengikuti hati. "( Fathul Qadir 4/492)
5. Mendapat tempat yang paling buruk
Inipun termasuk celaan terhadap orang yang sombong. Allaah akan menempatkannya di tempat yang paling buruk. Allaah Azza wa Jalla berfirman:
" Dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu ke pintu-pinti neraka Jahannam dan kamu tetap didalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong. "(QS. az-Zumar: 72)
6. Orang yang paling dibenci
Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam telah jauh-jauh hari memperingatkan bahaya kesombongan dan menganjurkan berhias dengan akhlak mulia. Termasuk ancaman yang beliau ungkapkan, orang sombong adalah orang yang paling dibenci dan dijauhkan posisinya pada hari kiamat kelak. Berdasarkan hadits:
Dari Jubair bin Abdillah rodhiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda: " Orang yang paling aku cintai dan paling dekat posisinya kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Dan orang yang paling aku benci dan paling jauh posisinya pada hari kiamat adalah ats-Tsartsarun, al-Mutasyaddiqun, dan al-Mutafaihiqun. Mereka bertanya, 'Wahai Rasululloh kami mengerti ats-Tsartsarun dan al-Mutasyaddiqun, akan tetapi siapakah al-Mutafaihiqun itu? ' Beliau Shallallohu 'Alaihi wa Sallam menjawab,' Yaitu orang-orang yang sombong. "(HR. Tirmidzi 2018, dihasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 791)
7. Tidak diajak bicara Allaah Azza wa Jalla
Kesombongan biasanya muncul dari orang-orang kaya, namun ironisnya kadang kita jumpai orang yang miskin masih sempat sombong dihadapan Allaah Azza wa Jalla dan manusia. Cermatilah hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah rodhiyallohu anhu bahwasanya Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda, " Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Alloh, tidak disucikan olehnya, dan baginya adzab yang pedih; (Yaitu) orang yang sudah tua berzina, penguasa pendusta, dan orang miskin yang sombong. "(HR. Muslim 107)
8. Dikumpulkan seperti semut
Kehinaan orang yang sombong akan semakin bertambah pada hari kiamat kelak. Rasululloh Shallallohu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
" Orang-orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat bagaikan semut kecil dalam bentuk manusia. Mereka mendapat kehinaan dari setiap penjuru, lalu mereka digiring menuju penjara neraka Jahannam yang bernama Bulas . Mereka dikelilingi sinar neraka, yang akhirnya mereka diberi minum dari perasan penghuni neraka yang merusak. "(HR. Tirmidzi 2492, Ahmad 2/179. dihasankan oleh al-Albani dalam al-Misykah 5112)
9. Pengekor iblis
Sebagian Salaf (Ulama terdahulu) mengatakan bahwa dosa pertama kali yang muncul dalam memaksiati Allaah Azza wa Jalla adalah kesombongan. Allaah Azza wa Jalla berfirman:
" Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam. "Maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan sombong dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. "(QS. al-Baqarah: 34)
Maka barangsiapa menyombongkan berarti dia telah mengekor Iblis dalam berbuat dosa.
10. Orang yang paling jelek
Dari Hudzaifah rodhiyallohu anhu ia bertutur, " Suatu ketika aku pernah bersaman Nabi Shallallohu 'Alaihi wa Sallam menyaksikan jenazah, kemudian beliau bersabda:' Maukah aku kabarkan kepada kalian hamba Allaah yang paling jelek? Yaitu orang yang kasar lagi sombong. Maukah pula aku kabarkan kepada kalian hamba yang paling baik disisi Allaah? Yaitu orang yang lemah, direndahkan manusia dan miskin. Andai ia berdo'a kepada Allaah niscaya dikabulkan. ' "( Shahih li Ghairi , HR. Ahmad 2/174, lihat Shahih Targhib 3/104)
Baarakallahu fiykum,,

Perintah Untuk Mudah Memaafkan

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu Alaikum Warakhmatullahi wabarakatuh...Sahabat Muslim ....

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Sulit dan amat berat bagi hati jika ada yang berbuat salah pada kita, lantas tidak dibalas. Pasti kita punya keinginan untuk membalasnya.
Kalau kita dipermalukan, pasti ingin pula mempermalukannya.
Kalau kita dicela, pasti ingin pula membalas dengan celaan.
Hampir watak setiap orang yang disakiti dan dizalimi seperti itu.
Namun lihatlah betapa mulianya yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika kita dipermalukan dan dihina, maka kita tidak perlu balas dengan menghina dan mencela orang tersebut walau kita tahu kekurangan yang ada pada dirinya dan bisa menjatuhkannya. Biarlah akibat jelek dari mencela dan menjatuhkan itu, akan ditanggung di akhirat.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hadits di atas, “Hendaklah setiap orang memiliki sifat mudah memaafkan yang lain. Tidak semua isu yang sampai ke telinganya, ia terima mentah-mentah, lantas ia membenci orang yang menyuarakan isu yang tidak menyenangkan tersebut. Hendaklah setiap orang memiliki sifat pemaaf. Karena Allah sangat menyukai orang yang memiliki sifat mulia tersebut, yang mudah memaafkan yang lain. Lantaran itu, ia akan diberi ganjaran. Karena jika dibalas dengan saling mempermalukan dan menjatuhkan, pasti konflik yang terjadi tak kunjung usai. Permusuhan akan tetap terus ada. Jika malah dibalas dengan diam, maka rampunglah perselisihan yang sedang berkecamuk.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 297).
Syaikh juga menjelaskan bagaimanakah sifat ibadurrahman,
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. ” (QS. Al Furqon: 63).
Syaikh Muhammad membicarakan ayat di atas, “Jika ada orang jahil mengejek, maka balaslah dengan mengucapkan doa kebaikan untuknya semisal mengucapkan ‘jazakallah khoiron‘ (artinya: semoga Allah membalas kebaikanmu). Lalu berpalinglah darinya. Tidak perlu berbicara dan melakukan hal lainnya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 297-298).
Adab yang diajarkan dalam Al Qur’an pula adalah membalas setiap tingkah laku jelek dari orang lain dengan kebaikan. Siapa yang bisa melakukan hal ini, sungguh ia benar-benar memiliki sifat sabar. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Mujahid berkata bahwa yang dimaksud balaslah dengan yang lebih baik yaitu balaslah dengan berjabat tangan dengannya. (Lihat Hilyatul Auliya’, 3: 299, dinukil dari At Tadzhib li Hilyatil Auliya’, hal. 771).
Sahabat yang mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 529-530)
Jika kita mudah memaafkan yang lain …
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah untuk mudah memaafkan lainnya.
Baarakallahu fiykum,,

Rabu, 22 Oktober 2014

Jujur karena MISKIN lebih baik dari pura pura KAYA

Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu Alaikum Sahabat...


Abu Hurairah r.a. telah mendengar Nabi Shallallahu alaihi wassalam bersabda, :
"Ada tiga orang dari Bani Israil yaitu si Belang, si Botak dan si Buta ketika Allah akan menguji mereka, Allah mengutus Malaikat berupa manusia.

Maka datanglah Malaikat itu kepada orang yang belang dan bertanya, "Apakah yang kau inginkan?" Jawabnya, "Kulit dan rupa yang bagus serta hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik kepadaku."
Maka diusaplah orang itu oleh Malaikat.
Seketika itu juga hilanglah penyakitnya dan berganti rupa dan kulit yang bagus.
Kemudian ditanya lagi, "Kekayaan apakah yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Unta."
Maka diberinya seekor unta yang bunting sambil didoakan, BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)."
Kemudian datanglah si Malaikat itu kepada si Botak dan bertanya, "Apakah yang engkau inginkan?" Jawabnya, "Rambut yang bagus dan hilangnya penyakitku yang menyebabkan kehinaan pada pandangan orang."
Maka diusaplah orang botak itu lalu seketika itu juga tumbuhlah rambut yang bagus.
Kemudian ditanya lagi, "Kini kekayaan apa yang engkau inginkan?"
Jawabnya, "Lembu."
Maka diberinya seekor lembu yang bunting sambil didoakan, "BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)."
Lalu datanglah Malaikat itu kepada si Buta dan bertanya, "Apakah yang engkau inginkan?"
Jawabnya, "Kembalinya penglihatan mataku supaya aku dapat melihat orang."
Maka diusaplah matanya sehingga dapat melihat kembali."
Selanjutnya dia ditanya pula, "Kekayaan apa yang engkau inginkan?"
Jawabnya, "Kambing."
Maka diberinya seekor kambing yang bunting sambil didoakan "BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA (Semoga Allah memberkahimu pada kekayaanmu itu)."
Beberapa tahun kemudian setelah masing-masing mempunyai daerah tersendiri yang penuh dengan unta, lembu dan kambing, datanglah Malaikat itu dalam rupa seorang yang miskin seperti keadaan si Belang dahulu pada waktu ia belum sembuh dan kaya.
Malaikat itu berkata, "Saya seorang miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalananku ini maka tidak ada yang dapat mengembalikan aku kecuali dengan pertolongan Allah dan bantuanmu. Maka saya mengharap, demi Allah yang memberi rupa dan kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalananku ini."
Jawab si Belang."Masih banyak hak orang lain padaku, aku tidak dapat memberimu apa-apa, mintalah saja di lain tempat."
Malaikat berkata, "Rasa-rasanya aku pernah berjumpa denganmu, bukankah engkau si Belang dahulu yang dijijiki orang dan seorang miskin kemudian Allah memberimu kekayaan?"
Jawab si Belang, "Saya telah mewarisi kekayaan orang tuaku."
Malaikat berkata, "Jika engkau berdusta maka semoga Allah mengembalikan keadaanmu seperti dahulu."
Kemudian pergilah malaikat itu kepada si Botak dengan menyamar seperti keadaan si Botak dahulu dan berkata pula padanya sebagaimana yang dikatakan kepada si Belang, namun ternyata mendapat jawaban seperti jawaban si Belang, hingga karenanya didoakan, "Jika engkau berdusta maka semoga engkau kembali seperti keadaanmu semula."
Akhirnya datanglah Malaikat itu kepada si Buta dengan menyamar seperti keadaan si Buta dahulu semasa ia miskin dan berkata, "Saya seorang miskin dan perantau yang telah putus hubungan dalam perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan kecuali dengan pertolongan Allah dan bantuanmu. Aku minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing saja untuk meneruskan perjalananku ini."
Jawab si Buta, "Dahulu aku memang buta lalu Allah mengembalikan penglihatanku maka kini ambillah sesukamu, aku tidak akan memberatkan sesuatu pun kepadamu yang engkau ambil karena Allah."
Maka berkata Malaikat, "Jagalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu telah diuji maka Allah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu itu."
(Bukhari - Muslim)

Minggu, 12 Oktober 2014

Doa Kepada Orang Yang Berkata "Inni Uhibbuka Fillah,Inni Uhibbuki Fillah " (Aku Mencintaimu Karena Allah)


Sering kita mendapat ucapan dari teman atau dari keluarga ucapan إني أحبك في الله, lalu apa yang kita ucapkan untuk membalas ucapan tadi..??

Ada bimbingannya dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam
أَحَبَّكَ الَّذِيْ أَحْبَبْتَنِي لَهُ.
Ahabbakalladzi ahbabtany lahu
“Semoga Allah mencintai kamu yang cinta kepadaku karenaNya.”
[HR. Abu Dawud 4/333. Al-Albani menyatakan, hadits tersebut hasan dalam Shahih]
** kalau untuk perempuan harokat kaf pada uhibbuka di ganti menjadi kasroh
Sila
hkan SHARE semoga bermanfaat
بَارَكَ اللَّهُ فِيْك

Jumat, 10 Oktober 2014

SHOLAT BERJAMA'AH BERDUA DENGAN YANG BUKAN MAHRAMNYA, Apa hukumnya? ) klik (




Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali dia ditemani mahramnya.” (HR. Al-Bukhari 5233 dan Muslim 1341).
Kemudian dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad 177,At- Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Abu Ishaq as-Syaerozi – ulama syafiiyah – (w. 476 H.) menyatakan,
ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية ; لما روي أن النبي قال : لا يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان
Makruh (tahrim) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita yang bukan mahram.

Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,


”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (al-Muhadzab, 1/183).
Penjelasan an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab,
المراد بالكراهة كراهة تحريم هذا إذا خلا بها: قال أصحابنا إذا أم الرجل بامرأته أو محرم له وخلا بها جاز بلا كراهة لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها للأحاديث الصحيحة
Yang dimaksud makruh dari keterangan beliau adalah makruh tahrim (artinya: haram). Ini jika lelaki itu berduaan dengan seorang perempuan. Para ulama madzhab Syafii mengatakan, apabila seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan berduaan dengannya, hukumnya boleh dan tidak makruh. Karena boleh berduaan dengan istri atau mahram di luar shalat. Namun jika dia mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan dengannya, hukumnya haram bagi lelaki itu dan haram pula bagi si wanita. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/277).

Bahkan an-Nawawi juga menyebutkan keterangan dari Imam as-Syafii, bahwa beliau mengharamkan seorang laki-laki sendirian, mengimami jamaah wanita, sementara di antara jamaah itu, tidak ada seorangpun lelaki. Kata an-Nawawi,
ونقل إمام الحرمين وصاحب العدة.. أن الشافعي نص على أنه يحرم أن يصلي الرجل بنساء منفردات إلا أن يكون فيهن محرم له أو زوجة وقطع بانه يحرم خلوة رجل بنسوة إلا أن يكون له فيهن محرم
Imamul Haramain dan penulis kitab al-Uddah.., bahwa Imam as-Syafii menegaskan, haramnya seorang laki-laki mengimami jamaah beberapa wanita tanpa lelaki yang lain. Kecuali jika ada diantara jamaah wanita itu yang menjadi mahram si imam atau istrinya. Beliau juga menegaskan, bahwa terlarang seorang lelaki berada sendirian di tengah para wanita, kecuali jika di antara mereka ada wanita mahram lelaki itu. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4/278).

Mengapa Diharamkan?
Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk menghindari segala bentuk fitnah. Tak terkecuali fitnah syahwat.
Dalam Syarh Zadul Mustaqni’, Syaikh as-Syinqithy menjelaskan,
وإذا خلا بأجنبية فإنه منهي عن هذه الخلوة لقوله عليه الصلاة والسلام: ما خلا رجلٌ بامرأة إلا كان الشيطان ثالثهما، وقال: (ألا لا يخلون رجلٌ بامرأة) فهذا نهي، قالوا: وبناءً على ذلك لا يصلي الرجل الأجنبي بالمرأة الأجنبية على خلوة؛ لأنه قد يخرج عن مقصود الصلاة إلى الفتنة
Apabila seseorang berdua-duaan dengan seorang wanita yang bukan mahram, hukumnya terlarang. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Jika seorang lelaki berduaan dengan wanita, maka setan yang ketiganya.’ Beliau juga bersabda, ’Janganlah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita.’ Ini larangan. Para ulama mengatakan, berdasarkan hal ini, tidak boleh seorang lelaki mengimami shalat dengan wanita yang bukan mahram, secara berdua-duaan. Karena bisa jadi keluar dari tujuan utama yaitu shalat, menjadi sumber fitnah syahwat. (Syarh Zadul Mustaqni’, 3/149).

Hal yang sama juga disampaikan Imam Ibnu Utsaimin,
إذا خَلا بها فإنَّه يحرُمُ عليه أن يَؤمَّها ؛ لأنَّ ما أفضى إلى المُحَرَّمِ فهو محرَّمٌ
Apabila seorang lelaki berduaan dengan wanita yang bukan mahram, maka haram baginya untuk menjadi imam bagi wanita itu. Karena segala yang bisa mengantarkan kepada yang haram, hukumnya haram. (as-Syarh al-Mumthi’, 4/251).

Kesimpulan:
Landasan Imam as-Syafii menilai haram model jamaah semacam ini adalah hadis larangan berdua-dua-an dengan wanita yang BUKAN MAHRAM.
Yang dihukumi haram adalah kondisi berdua-duaan, yang itu terlarang secara syariat. Jika terjadi jamaah 2 orang lelaki dan perempuan, namun tidak berdua-an, karena di sekitarnya ada beberapa orang yang juga berada di masjid, tidak masalah.
Jika seseorang hendak berjamaah dengan wanita, dia bisa kondisikan, jangan sampai terjadi seperti yang disebutkan dalam artikel. Jika tidak memungkinkan, maka bisa shalat bergantian.
Mengingatkan kesalahan yang dilakukan masyarakat, bagian dari amar makruf nahi munkar. Selama ada landasannya, itu dibenarkan,
Allahu a’lam.

Kamis, 09 Oktober 2014

Amalan Sunnah pada Hari Jum'at



Assalamu Alaikum sahabat muslim, semoga senantiasa berlimpah keberkahan pada hari ini, kali ini saya sekedar mengingatkan amalan amalan apa yang dapat menjadikan Hari Jumat kita menjadi sebuah panen pahala dan keberkahan di setiap minggunya, berikut amalan amalan yang dapat kita kerjakan : 

1. Memperbanyak shalawat nabi

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا.
“Perbanyaklah kalian membaca shalawat kepadaku pada hari dan malam Jum’at, barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.”[HR. Al-Baihaqi (III/249) dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, sanad hadits ini hasan. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1407) oleh Syaikh al-Albani rahimahullah]

Adapun lafazh bacaan sholawat yang paling ringkas yang sesuai dalil adalah:

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma shollii wa sallim 'alaa nabiyyinaa Muhammad.
(Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad)
[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273].

2. Mandi Jum'at

*Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya mandi Jum’at*
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
“Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at, maka hendaklah ia mandi.” [HR. Bukhari no. 919 dan Muslim no. 845]
لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حَقٌّ أَنْ يَغْتَسِلَ فِى كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْمًا
“Hak Allah yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim adalah ia mandi dalam satu hari dalam sepekan dari hari-hari yang ada.” [HR. Bukhari no. 898 dan Muslim no. 849].

Dua dalil ini adalah di antara sekian dalil yang digunakan untuk menyatakan bahwa mandi Jum’at itu wajib.

*Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa mandi Jum’at itu sunnah berdalil dengan dalil-dalil berikut*
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ
“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhol.” [HR. An Nasai no. 1380, At Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no. 1091]. Hadits ini diho’ifkan oleh sebagian ulama. Sebagian lagi menshahihkannya semacam Syaikh Al Albani rahimahullah [Lihat Shahih Ibnu Majah no. 1091]
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ ...وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
“Barang siapa berwudhu’ kemudian menyempurnakan wudhu’nya lalu mendatangi shalat Jum’at, lalu dia mendekat, mendengarkan serta berdiam diri (untuk menyimak khutbah), maka akan diampuni dosa-dosanya di antara hari itu sampai Jum’at (berikutnya) dan ditambah tiga hari setelah itu...[HR. Muslim no. 857]

INTINYA, hukum mandi Jum’at apakah wajib ataukah sunnah, lebih selamat kita tidak meninggalkannya. Karena pendapat yang menyatakan wajib nampak lebih kuat. Wallahu a’lam.

3. Menggunakan minyak wangi dan bersiwak
Di dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku bersaksi atas Abu Sa’id yang mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَأَنْ يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ
“Mandi pada hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Dan hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya.” [Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846)]

Di dalam kitab Shahiih al-Bukhari juga disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيُدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى
“Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikut-nya.” [Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883)]

4. Bersegera menuju masjid


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلاَئِكَةٌ يَكْتُبُوْنَ النَّاسَ عَلَى قَدْرِ مَنَازِلِهِمُ اْلأَوَّلُ فَاْلأَوَّلِ، فَإِذَا جَلَسَ اْلإِمَامُ طَوُوا الصُّحُفَ وَجَاؤُوْا يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ، وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِيْ يُهْدِي بَدَنَةً، ثُمَّ كَالَّذِيْ يُهْدِي بَقَرَةً، ثُمَّ كَالَّذِيْ يُهْدِي الْكَبْشَ، ثُمَّ كَالَّذِيْ يُهْدِي الدَّجَاجَةَ، ثُمَّ كَالَّذِيْ يُهْدِي الْبَيْضَةَ.
"Jika hari Jum’at tiba, maka sepada tiap pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat. Mereka mencatat orang-orang berdasarkan kedudukan mereka. Yang datang pertama mendapat kedudukan pertama. Jika imam duduk, maka mereka menutup lembar catatan dan masuk untuk mendengar dzikir (khutbah). Perumpamaan orang yang datang di awal waktu ibarat orang yang berkurban dengan unta. Setelah itu seperti orang yang berkurban dengan sapi. Kemudian seperti orang yang berkurban dengan domba. Lalu seperti orang yang berkurban dengan ayam. Berikutnya lagi seperti orang yang berkurban telur." [Shahih: [Shahiihul Jaami’ush Shaghiir (no. 775)], Shahiih Muslim (II/587 no. 850), Sunan an-Nasa-i (III/98), dan Sunan Ibni Majah (I/347 no. 1092)]

Dari Salman al-Farisi, dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنَ الطُّهْرِ، وَيُدَهِّنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيْبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْـرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يَنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى.
"Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum’at, lalu bersuci dengan sebaik-baiknya. Setelah itu berminyak rambut atau memakai wangi-wangian dari rumahnya. Kemudian keluar (menuju masjid), tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat sunnah semampunya. Lantas diam ketika imam berkhutbah, melainkan diampuni dosanya antara Jum’at itu dan Jum’at yang lain." [Shahih: [Shahiihul Jaami’ush Shaghiir (no. 7736)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/370 no. 883)]

Dalam riwayat lain : akan diampuni (dosanya) antara Jum’at tersebut dengan Jum’at lainnya (sebelumnya) ditambah tiga hari". [HR Muslim, no. 857]

5. Membaca Surat Al-Kahfi

Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ النُّوْرُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ.
"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, maka terdapat cahaya yang meneranginya di antara dua Jum’at." [Shahih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 626)], Shahiihul Jaami’ush Shaghiir (no. 6470), Mustadrak al-Hakim (II/368), dan al-Baihaqi (III/249)]

6. Diam ketika khatib berkhutbah
Dan ketika imam sedang berkhutbah, hendaknya seseorang mendengar dengan seksama, tidak berbicara dengan yang lain atau disibukkan dengan selain mendengar khutbah. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ.
"Jika kamu berkata kepada temanmu “diam” ketika imam berkhutbah, maka kamu telah berbuat sia-sia (yakni rusak pahala Jum’atnya)." [HR Al-Bukhari, no. 892 ; Muslim, no. 851]

7. Memperbanyak do’a sambil mengharap waktu yang mustajab

Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اِثْنَتَـا عَشْرَةَ سَاعَةً، لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ k شَيْئًا إِلاَّ اَتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَـاعَةٍ بَعْدَ صَلاَةِ الْعَصْرِ.
"Hari Jum’at terdiri dari dua belas waktu. Tidak ada seorang hamba muslim pun yang saat itu meminta pada Allah melainkan Allah mengabulkannya. Carilah ia (waktu yang mustajab) di akhir waktu tersebut, yaitu setelah shalat 'Ashar." [Shahih: Abu Dawud, an-Nasa-i, dan al-Hakim meriwayatkan lafazh ini. Dia berkata: "Shahih berdasarkan syarat Muslim [Shahih at-Targhiib (no. 705)], Shahiih Muslim (II/584 no. 853)]